Pandangan Netral Tentang Komunisme Sebagai Ilmu
• Kesalahan Soekarno
adalah merangkul Komunisme menjadi salah satu sendi dari NASAKOM, namun
Soekarno merevisinya pada Desember 1965 menjadi NASASOS, namun itu sudah sangat
terlambat. Seperti dikemukakan oleh Prof Dr Franz Magnis-Suseno, guru besar
Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, bahwa bahkan di beberapa negara,
komunisme sudah tidak dipercaya lagi. Dalam hal ini Franz Magnis-Suseno juga
sependapat jika dikatakan bahwa ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme sudah
bangkrut. Menurutnya, ideologi tersebut sudah tidak punya masa depan.
• Menurut Franz
Magnis-Suseno (2003: 5), Marxisme tidak sama dengan Komunisme. Komunisme, sejak
Revolusi Oktober 1917 dibawah kepemimpinan V.I. Lenin, adalah gerakan dan
kekuatan politis-ideologis internasional partai-partai Komunis yang menggunakan
“Marxisme-Leninisme” sebagai doktrin dan ideologi formal mereka. Jadi, Marxisme
hanyalah salah satu komponen dalam sistem ideologi Komunisme, meski kaum
Komunis memang selalu mengklaim merekalah pewaris resmi konsepsi Marx tersebut.
Namun, istilah Komunisme sendiri, sebelum Lenin memonopoli istilah tersebut,
telah digunakan untuk mengacu pada cita-cita utopis masyarakat, dimana semua
kepemilikan pribadi (private ownership) dihapus dan dianggap sebagai milik umum
(public property) guna mengeliminasi gap antara kaum borjuis dan proletar serta
membantu dalam menciptakan kemakmuran bersama.
• Namun Romo Frans
Magnis mengatakan bahwa tindakan pembakaran buku ‘kiri’ tidak bisa berlindung
di balik Tap MPRS Nomor 25/1966 tentang pelarangan penyebaran ajaran komunisme
dan Leninisme. Karena, secara eksplisit disebutkan di dalamnya, tidak dilarang
mempelajari ajaran Marxisme secara ilmiah. “Itu untuk menjaga hubungan dengan
Bung Karno yang terang-terang menyatakan dirinya Marxis,” kata penulis buku
Pemikiran Karl Marx ini. Pertama, ia menolak keras komunisme karena sejumlah
alasan; komunisme antipluralisme demokratis, rakus memonopoli kekuasaan negara,
totaliter terhadap masyarakat dan akan menindas segala bentuk kritik atas
komunisme. Keterlibatan PKI dalam G 30 S 1965 menurutnya membenarkan tafsiran
itu. Magnis juga setuju dengan tetap diberlakukannya TAP MPRS No XXV 1966 (hlm
xiii-xiv). Kedua, ia menerima Marxisme sebagai objek kajian keilmuan. Karena
bersifat keilmuan, maka -- seperti tokoh-tokoh Frankfurt School di Jerman --
Marxisme harus bebas dikritik dan tidak diperlakukan sebagai dogma. Dari
perspektif ini, pelarangan kajian atas Marxisme merupakan upaya pembodohan yang
tidak memajukan bangsa (hlm xvi).
• Prof Dr Franz
Magnis-Suseno, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta
mengatakan, pencabutan Tap No XXV/MPRS/ 1966 sebaiknya ditangguhkan. Kalau mau
mencabut harus disertai catatan, komunisme itu memusuhi agama, menolak hak
asasi dan demokrasi. Di sisi lain, tidak ada masalah dengan isi Tap itu. Yang
harus diperbaiki adalah stigmatisasi PKI terhadap keturunan keluarga PKI. Kalau
mau melakukan pencabutan harus disertai catatan bahwa komunisme itu memusuhi
agama karena agama tak menghendaki kekuasaan mutlak.
• Perlu bagi kita
melihat arti sebenarnya beberapa istilah yang sering dicampuradukkan dan
kemudian menimbulkan kebingungan, dan kemudian bagaimana marxisme berkembang
menjadi marxisme-leninisme, atau yang sering disebut komunisme. “Marxisme beda
dengan komunisme. Marxisme merupakan sebagian dari komunisme, sementara
komunisme lebih daripada hanya marxisme”.
• KOMUNISME. Adalah
gerakan kekuatan partai-partai komunis yang sejak Revolusi Oktober 1917 di
bawah pimpinan W.I. Lenin menjadi kekuasaan politis dan ideologi internasional.
Komunisme berideologi bukan hanya marxisme, tetapi “marxisme-leninisme”.
Artinya, marxisme menjadi salah satu komponen dalam sistem ideologis komunisme,
sebagaimana dipersepsi Lenin (1870-1924). Tambahan Lenin pada marxisme, adalah
ajaran tentang perebutan kekuasaan oleh partai komunis, “hal yang tak pernah
dipikirkan oleh Karl Marx (1818-1883)”. Ajaran Marx umum sifatnya, sementara
Lenin bicara strategi dan taktik perjuangan proletariat pimpinan partai
komunis.
• Lenin tak mengambil
begitu saja ajaran Marx. Yang ia lakukan semacam koreksi atas pandangan Marx.
Misalnya, Marx begitu yakin kaum buruh akan semakin tertindas dalam sistem
perekonomian kapitalis dan karena itu mereka juga cenderung makin revolusioner
hingga suatu saat pasti akan meletus revolusi sosial. Lenin tak melihat itu.
Apalagi buruh bisa kurang revolusioner karena puas mendapatkan upah lebih
tinggi dan bisa mengungkapkan harapannya lewat Serikat Buruh. Lenin
mengkonsepsikan hal lain, sesuatu yang pada Marx tak ada. Hal baru itu adalah
paham perlu adanya sebuah partai revolusioner, yang terutama terdiri dari kaum
intelektual, yang menjaga dan menyebarkan kesadaran sosialis sebenarnya. Jadi
kesadaran sosialis “kata Lenin” bukan ada di kalangan kaum buruh tetapi di
petinggi partai. Partai harus memacu semangat revolusioner kaum buruh dan
inilah yang khas pada gagasan orisinal Lenin. Dari situ partai “terutama
petingginya” mendapat posisi sentral.
• Kaum komunis memang
selalu mengklaim monopoli atas interpretasi ajaran Marx, tentu dengan maksud
untuk memperlihatkan diri sebagai pewaris sah ajaran Marx tersebut. Perlu
diperhatikan, bahwa sebelum dimonopoli oleh Lenin, istilah komunisme dipakai
untuk cita-cita kaum utopis masyarakat, di mana segala hak milik pribadi
dihapus dan semuanya dimiliki bersama.
• MARXISME. “Salah satu
cabang sosialisme itu adalah Sosialisme Marx atau Marxisme. Maka marxisme
adalah sosialisme, tetapi tidak setiap sosialisme adalah marxisme”.
• Sosialisme adalah
paham tentang masyarakat yang lebih umum. Semula, kata itu merupakan nama untuk
hasrat dan gerakan yang ingin membangun masyarakat yang adil dan bebas dari
pengisapan orang kecil. Itu dengan keyakinan, sumber segala ketidakadilan
adalah hak milik pribadi. Demi motivasi etis, gerakan sosialisme ingin menghapus
hak milik pribadi.
• Sosialisme adalah
anti-tesis dari kapitalisme:
• Jika kapitalisme
mendewakan kepentingan pribadi, maka sosialisme mendahulukan kepentingan orang
banyak.
• Jika kapitalisme
mengejar kekayaan perorangan, sosialisme bekerja demi pemerataan kesejahteraan.
• Jika kapitalisme
memperkenankan eksploitasi terhadap alam dan perempuan (termasuk seksualitas)
demi memberi keuntungan pada segelintir orang, sosialisme berusaha keras
memelihara keharmonisan dengan alam dan martabat perempuan.
• Jika kapitalisme
menggunakan upah sebagai alat untuk membius buruh agar bekerja membanting
tulang di pabrik-pabrik, sosialisme menggunakan alat-alat kesejahteraan sosial
untuk membuat kehidupan buruh bertambah nyaman.
• Jika kapitalisme
memperkenankan perang untuk berebut sumberdaya dan memaksa pihak yang lemah
untuk tunduk, sosialisme berupaya memajukan perdamaian dunia dan hanya
memperkenankan perang sebagai alat bela diri.
• Jika kapitalisme
menghancurkan perikehidupan bertani dengan perampasan-perampasan tanah,
sosialisme berusaha memajukan pertanian dengan melatih kaum tani bekerja dengan
cara produksi yang modern dalam kemandirian dan kebersamaan.
• Pendeknya, sosialisme
berusaha membalik segala keburukan dan dampak kapitalisme.
• Karl Marx mengklaim
bahwa sosialismenya adalah “sosialisme ilmiah”. Yang membedakan sosialisme Marx
dari sosialisme yang lain adalah, dalam pandangan Marx, bahwa ia berdasarkan
pada penelitian syarat-syarat objektif perkembangan masyarakat. Marx menolak
pendasaran sosialisme pada pertimbangan moral. Sosialisme tidak akan datang
karena dinilai baik atau karena kapitalis dinilai jahat, melainkan karena, dan
kalau, syarat-syarat objektif penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat
produksi terpenuhi.
• Sosialisme ilmiah
adalah salah satu cabang sosialisme yang memandang bahwa sosialisme tidaklah
dapat dibangun di ruang hampa. Sosialisme adalah penerus kapitalisme, dalam
arti sosialisme akan menggantikan kapitalisme sebagai cara hidup. Karena
sosialisme adalah penerus kapitalisme, ia akan membangun dirinya dengan
memanfaatkan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai kapitalisme. Karena sekalipun
dicapai dengan mengorbankan rakyat banyak, tak dapat disangkal bahwa
kapitalisme menghasilkan berbagai kemajuan. Sosialisme ilmiah tidak menolak kemajuan
ini, melainkan akan merangkulnya, memberinya arah baru sehingga bermanfaat bagi
khalayak ramai, dan mengaturnya secara demokratis, di mana semua orang
(laki-laki dan perempuan) berhak bersumbang saran dan bahu-membahu demi
kemajuan bersama.
• Sosialisme ilmiah
juga menganggap bahwa kemajuan ilmu pengetahuan adalah cara terbaik untuk
melatih kelas pekerja dan rakyat pekerja lainnya agar mampu merebut dan
mengendalikan kekuasaan. Kelas pekerja dan rakyat pekerja pada umumnya harus
menguasai ilmu pengetahuan modern, mampu menggunakan analisa dan teknik modern
untuk memecahkan masalah serta meninggalkan tradisi lama yang menghambat
kemajuan, kesetaraan, keadilan. Dengan demikian, kelas pekerja tidak akan lagi
menjadi warganegara kelas dua, yang hanya memiliki otot tapi tidak punya otak.
Seperti anggapan para penguasa.
• Sosialisme bukan
sekedar panggilan moral melainkan sebuah seruan agar rakyat pekerja memegang
sendiri kekuasaan secara ekonomi dan politik. Sosialisme yang diinginkan adalah
sistem masyarakat di mana rakyat pekerja, mereka yang tidak memiliki modal dan
harus menjual tenaganya agar dapat hidup, memegang kendali atas hidup mereka
sendiri. Secara praktek, hal ini dapat diwujudkan jika rakyat pekerja memegang
kekuasaan atas negara, dengan demikian, segala alat dan sumberdaya yang ada
pada negara akan dapat digunakan sebaik-baiknya demi kepentingan meningkatkan
kesejahteraan rakyat pekerja.