Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PRASANGKA SOSIAL DAN CONTOH KASUS


PRASANGKA SOSIAL

BAB I
KASUS


·  Latar Belakang
Prasangka merupakan salah satu penyebab aspek kerusakan perilaku kehidupan sosial dan menghasilkan sikap dingin dari suatu kekerasan. Lebih dari 6 juta Yahudi-Eropa dibunuh pada dekade 1940 dibawah kata samaran “Pembersihan”  keadaan kerasisan Eropa. Pada saat ini hanya sedikit orang Yahud yang tersisa di Eropa. Sedangkan orang Indian-Amerika pada abad ke 17 yang berpopulasi 3 juta ditekan hingga tersisa 600 ribu jiwa.
Prasangka rasial melawan Afro-Amerika mungkin telah menjadi permasalahan sosial yang hebat di Amerika Serikat. Itu dimulai pada awal pertemuan bangsa Inggris dengan bangsa Afrika pada abad 17. Bangsa Inggris merasa bahwa bangsa Afrika terlihat seperti kera, liar dan  mempunyai sikap biadab, dan melakukan penyembahan-penyembahan berhala. Kesan awal orang kulit putih mengandung benih-benih stereotype anti-kulit hitam dan itu terjadi sampai saat ini. Ketika bangsa Afrika dibawa ke Amerika sebagai budak, mereka diperlakukan seperti barang yang bisa dijual-belikan, layaknya ternak. Bahkan setelah emansipasi mereka hidup didalam system pemisahan Jim Crow. Orang kulit hitam sering hokum mati tanpa diadili di pengadilan terlebih dahulu ketika mereka “keluar dari jalur.” Pada decade 1950 dan 1960, gerakan hak sipil mengakhiri system pemisahan ini dan menghasilkan peningkatan di berbagai bidang  kehidupan orang Afrika-Amerika. Bagaimanapun juga, kemiskinan, rumah dan sekolah yang dibawa standar, serta kriminal terus menjadi penyakit orang-orang Afrika- Amerika ini.
Orang Afrika-Amerika bukan hanya subjek grup minoritas yang diprasangkakan. Pada faktanya, pengambaran setiap kelompok etnis dan ras di Amerika Serikat telah menjadi korban Prasangka pada satu waktu atau di lain waktu yang menggunakan label-label penghinaan seperti orang Irlandia ( Micks ) , Jerman (Krauts) , Prancis (Frogs), Italia (wops, dagos), Polandia (Polags), Yahudi (Kikes,Hebes, Hymies), Kulit Hitam (Nigger, Coons, Jigaboos, Jungle Bunnies), Hispanics ( Spics, Greasers, Wetblack,Beaners) dan Asia (Slants, Slopes, Chinks, Japs, Fips). Bahkan orang Anglo-Saxon kulit putih yan beragama Kristen-Protestan di panggil WASP pada saat mereka tidak menggunakan kasih.
Prasangka tidak hanya terbatas kepada etnis dan kelompok ras. Kaum homoseksual dan Lesbian juga menjadi subjek prasangka yang  paling sering, sampai akhirnya mereka menjaga kerahasiaan kehidupan seksual mereka untuk melindungi diri mereka. Orang yang berlebihan berat badan juga sering menjadi target prasangka dan stereotype negative. Serta orang yang lanjut usia sering diasumsikan sebagai orang yang tidak mampu secara fisik dan mental.
Di Amerika Serikat , “institusi khusus” terhadap perbudakan dan system Jim Crow pelegalaan diskiriminasi yang hanya mengikuti perkembangan yaitu orang-orang keturunan Afro-Amerika. Untuk mencapai kesamaan hak sangat lebih sulit untuk mereka daripada kelomok minoritas lainnya. Karena ini telah menjadi sangat penting di Amerika Serikat, penelitian lebih difokuskan kepada Prasangka terhadap orang Afro-Amerika.

·      Kasus
Di Amerika Serikat salah satu isu rasis yang paling sering datang adalah pada kulit putih dan kulit hitam. Perbedaan perlakuan yang luar biasa dari kulit putih sebagai pihak mayoritas dan berkuasa, dan kulit hitam yang lebih minor, sangat terasa di Amerika.Bagaimana kulit hitam secara sepihak, dianggap lebih berbahaya dibanding kulit putih. Kecurigaan terhadap kulit hitam begitu besar dan mengerikan. Salah satu contoh sempurna adalah, jika orang kulit putih hanya membutuhkan SIM untuk jaminan, maka orang kulit hitam memerlukan banyak jaminan lain agar dipercaya oleh si kulit putih. Entah mengapa, orang kulit hitam menjadi semacam setan yang berbentuk manusia di Amerika.
Tentunya, semua kecurigaan dan prasangka itu tidak hadir dengan sendirinya. Ada proses-proses yang mengawalinya. Tidak mungkin seorang anak yang belum mengetahui kerasnya dunia tiba-tiba menaruh kecurigaan yang mendalam terhadap kulit hitam Proses itu diawali dengan munculnya prasangka sosial.
Kelompok minoritas di Amerika Serikat memiliki arti tambahan yang berbeda dengan dearah lainnya di dunia seperti khususnya di Eropa bagian tengah dan di Eropa bagian selatan di mana terdapat permasalahan kelompok minoritas. Perbedaan permasalahan tersebut ada karena perbuatan diskriminasi di AS di legalkan dalam bentuk peraturan yang sah seperti Jim Crow Law. Adanya  kelompok mayoritas yang lebih dominan dan kelompok minoritas yang tertindas memiliki arti bahwa pada kehidupan orang Amerika Serikat telah meresap adanya rasa permusuhan dan prasangka yang melekat pada kelompok mayoritas . Rasa permusuhan dan prasangka tersebut biasanya ditemukan dalam berbagai jenis perlakuan diskriminatif yang cenderung dialami oleh kelompok minoritas sehingga mengakibatkan keadaan ekonomi dan kedudukan sosial yang merugikan pada mereka. Pada kelompok kulit hitam sebagai kelompok minoritas yang terbesar di Amerika Serikat berbagai konflik yang ditimbulkan akibat hal yang telah disebutkan di atas adalah berbagai permasalahan yang akhirnya melibatkan berbagai faktor utama lainnya.Permasalahan-permasalahan tersebut tidak dapat dihilangkan dengan penyelesaian yang terburu-buru.


BAB II
TEORI

A.   KAJIAN TEORI :
·       Pengertian Prasangka
·       Pengertian Prasangka Sosial
·       Teori-Teori Prasangka
·       Penyebab Prasangka
·       Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prasangka Sosial
·       Dampak Prasangka
·       Mengurangi  Prasangka

B.   PEMAPARAN TEORI
·      Pengertian Prasangka
Prasangka dibatasi sebagai sikap negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok dan individu anggotanya (Worchel, dkk, 2000). Sementara Brehm dan Kassin (1993) berpendapat bahwa prasangka adalah perasaan negatif yang ditujukan terhadap seseorang berdasarkan semata-mata pada keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu
Prasangka terjadi di mana-mana dalam berbagai bentuk, dan hal itu memengaruhi kita  semua.  Prasangka dapat  terjadi   dalam  dua arah:  mengalir dari kelompok mayoritas kepada kelompok minoritas, dan sebaliknya.Kelompok manapun dapat menjadi sasaran prasangka. Banyak aspek dari identitas kita yang dapat menyebabkan  kita diberi label dan didiskriminasi, antara lain kebangsaan, ras, etnis, jenis kelamin, orientasi seksual, agama, penampilan fisik, negara, dll.
Prasangka adalah sikap negatif terhadap anggota dari kelompok sosial tertentu semata mata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Hal ini sifatnya dapat dipicu secara otomatis dan dapat pula secara implisit maupun eksplisit.Prasangka seperti halnya hal lain mempengaruhi cara kita memproses informasi sosial,keyakinan kita terhadap anggota kelompok dan perasaan kita terhadap mereka.Prasangka tetap ada karena kelompok yang tidak kita sukai dapat meningkatkan self-esteem  kita dan karena stereotip dapat menghemat usaha kognitif kita.
Prasangka berakar dari beberapa sumber yang berbeda.salah satunya adalah konflik langsung antar kelompok-situasi dimana kelompok sosial yang bersaing untuk memeperoleh sumber daya yang terbatas. Akar yang kedua adalah pengalaman awal dan proses pembelajaran sosial yang terlibat di dalamnya. Prasangka juga bersal dari kecenderungan kita untuk membagi dunia menjadi "kita" dan " mereka " dan memandang kelompok kita sendiri sebagai kelompok yang lebih baik daripada berbagai out-group lainnya.

·      Pengertian Prasangka Sosial
Prasangka  sosial  (Manstead  dan  Hewstone,  1996)  didefinisikan  sebagai  suatu keadaan  yang  berkaitan  dengan  sikap-sikap  dan  keyakinan-keyakinan.  Yaitu,  ekspresi perasaan  negatif,  penunjukkan  sikap  bermusuhan  atau  perilaku  diskriminatif  terhadap anggota  kelompok  lain.  Beberapa  kasus  tertentu  yang  berhubungan  dengan  tindakan seksisme  dan  rasisme  juga  dianggap  sebagai  prasangka.  Prasangka  sosial  yang  pada mulanya  hanya  merupakan  sikap-sikap  perasaan  negatif  itu,  lambat-laun  menyatakan dirinya dalam tindakan-tindakan yang diskriminatif terhadap orang-orang yang termasuk golongan yang diprasangkai itu, tanpa terdapat alasan-alasan yang objektif pada pribadi orang yang dikenakan tindakan-tindakan diskriminatif. Prasangka ini dapat bersumber dari dorongan  sosiopsikologis,  proses-proses  kognitif,  dan  pengaruh  keadaan  sosiokultural terhadap individu dan kelompoknya (Manstead dan Hewstone, 1996).
Prasangka sosial ini bergandengan pula dengan stereotipe. Istilah ini mengacu pada suatu gambaran  atau tanggapan tertentu  mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang golongan  lain  yang  bercorak  negatif.  Dalam  The  Blackweel  Encyclopedia  of  Social Psychology (Manstead dan Hewstone, 1996)  stereotipe didefinisikan sebagai keyakinan- keyakinan tentang karakteristik seseorang (ciri kepribadian,  perilaku, nilai pribadi) yang diterima  sebagai  suatu  kebenaran  kelompok  sosial.  Sebagai  contoh,  orang  Italia  itu romantis, wanita kurang bisa mengendarai mobil, seorang homoseks memiliki pandangan politik  yang  liberal,  dan  lain-lain.  Stereotipe  etnik  itu  sendiri  merupakan  keyakinan- keyakinan yang  dilekatkan pada komunitas etnik lain yang dianggap sebagai kebenaran turun-temurun  dan  selalu  terdapat  dalam  diri  komunitas  tersebut.  Misalnya,  sifat  dan watak semua  orang Negro  adalah  bodoh,  kurang  ajar,  dan  tidak  berperadaban.  Atau, banyak orang yang  menganggap bahwa orang Madura memiliki temperamen keras dan kasar dalam berinteraksi secara sosial dengan orang lain, cenderung tidak peduli dengan orang lain, dan sebagainya.



·      Teori – Teori Prasangka
Mengenai prasangka ini terdapat beberapa teori yang saling berpijak satu dengan yang lainnya,yaitu:
1.Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan salah satu teori dalam hal belajar. Teori ini dikemukakan oleh Bandura yang berpendapat bahwa belajar itu terjadi melalui model atau contoh. Pada saat anak dilahirkan ia belum membawa prasangka atau sikap padanya. Prasangka disosialisasikan oleh orang dewasa padanya, khususnya orangtua. Setelah orangtua kemudian oleh orang-orang disekitarnya, termasuk teman-temannya. Banyak prasangka yang dipelajari oleh seseorang di masyarakat luas. Dalam pembentukan prasangka ini peran media massa baik cetak maupun elektronik merupakan sumber yang sangat berperan dalam pembentukan prasangka. Akan tetapi masalah media massa ini sulit dikontrol terlebih untuk saat ini. Prasangka yang telah terbentuk pada suatu kelompok, mungkin akan diperkuat oleh media massa yang ada.

2.Teori Motivasional
Teori ini memandang prasangka sebagai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan individu atau kelompok untuk  mencapai kesejahteraan (satisfy). Dalam teori ini beberapa teori tercakup didalamnya:
a)      Pendekatan Psikodinamika
Teori ini menekankan pada dinamika dari pribadi individu yang bersangkutan (spesific individual personality). Misalnya dalam displaced agression. Agrasi merupakan manifestasi dari frustrasi. Displacement terjadi apabila sumber frustasi tidak dapat diserang karena takut atau tidak terdapat dengan jelas. Misalnya PHK, karena di PHK maka seseorangakan mengalami frustrasi dan ini dimanifestasikan dalam perilaku agresi, dan biasanya orang mencari “kambing hitam” sebagai tempat penumpahan kemarahannya.
b)      Realistic group conflic
Konflik antar kelompok terjadi apabila kelompok tersebut dalam keadaan berkompetisi. Ini mengakibatkan permusuhan yang kemudian bermuara pada saling berprasangka satu dengan yang lainnya, saling memberikan evaluasi yang negatif. Dengan adanya prasangka ini akan menimbulkan perpecahan dan ini merupakan hal yang tidak menguntungkan.
c)      Deprivasi relatif
Misalnya dalam hal kemajuan dalam bidang ekonomi.Kemajuan yang dicapai satu kelompok kemungkinan berbeda dengan kelompok lain, ada yang cepat dan lambat. Tetapi yang lambat merasa rugi atau merasa terhambat walaupun ini secara relatif, karena mereka juga mengalami kemajuan dalam bidang ekonominya. Maka mereka berprasangka mungkin ada hal-hal lain yang menyebabkan kemajuan cepat yang diperoleh oleh kelompok lain.
3. Teori Kognitif
Dalam teori ini, proses kognitif menjadi dasar dari timbulnya prasangka. Hal ini berkaitan dengan:
a)      Kategorisasi atau Penggolongan
Hal ini apabila seseorang/kelompok mempersepsi orang/kelompok lain, dan memasukkan apa yang dipersepsi itu kedalam suatu kategori tertentu. Misalnya seseorang dimasukkan dalam suatu kategori umur, jenis kelamin, pekerjaan, atau dalam kategori kelompok tertentu. Proses kategori ini mempunyai dampak yang luas, contohnya orang kulit putih dengan kulit hitam. Hal ini mengakibatkan timbulnya prasangka antara orang kulit putih dan kulit hitam. Artinya dengan adanya kategori dapat menimbulkan Prasangka antar kelompok.
b)      Ingroup lawan outgroup
Seseorang dalam suatu kelompok marasa dirinya sebagai ingroup dan orang lain dalam kelompok lain sebagai outgroup. Hal ini juga disebabkan oleh kategorisasi. Dalam ingroup ada beberapa dampak yang dapat timbul:
-Adanya asumsi bahwa keadaan ingroup mempunyai sifat-sifat yang berbedaa dengan outgroup. Ini biasa disebut dengan similarity effect.
-Ingroup lebih favorit daripada outgroup. Biasa disebut dengan ingroup favoritism effect.
-Seseorang dalam ingroup memandang outgroup lebih homogen daripada ingroup baik dalam hal kepribadian maupun dalam hal-hal lain. Bisa di sebut dengan outgroup homogenity effect.
Hal-hal tersebut diatas dapat menimbulkan prasangka antara satu dengan yang lain.



·  Penyebab Prasangka
Banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan mengapa prasangka dan diskriminasi terjadi. Pada umumnya teori-teori ini mewakili dua tipe analisa yang berbeda, yaitu:
1. Pendekatan sosial
Memusatkan pada efek situasional, seperti sistem sosial dan faktor-faktor kelompok/institusional yang mendorong timbulnya prasangka dan diskriminasi (teori belajar sosial )
2.Pendekatan individual       
Memusatkan bagaimana terjadinya proses individu sehingga ia mencurigainya atau berprasangka terhadap orang lain.
Menurut Blumer, (dalam Zanden, 1984) salah satu penyebab terjadinya prasangka sosial adalah; adanya perasaan berbeda dengan kelompok lain atau orang lain misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas.
Berkaitan dengan kelompok mayoritas dan minoritas tersebut di atas
Mar’at, (1988) menguraikan bahwa prasangka sosial banyak ditimbulkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
Kekuasaan  faktual  yang  terlihat  dalam  hubungan  kelompok  mayoritas  dan minoritas.
•Fakta akan perlakuan terhadap kelompok mayoritas dan minoritas.
•Fakta  mengenai  kesempatan  usaha  antara  kelompok  mayoritas  dan minoritas. - Fakta mengenai unsur geografik, dimana keluarga kelompok mayoritas dan      minoritas menduduki daerah-daerah tertentu.
•Posisi dan peranan dari sosial ekonomi yang pada umumnya dikuasai kelompok mayoritas.
•Potensi energi eksistensi dari kelompok minoritas dalam mempertahankan hidupnya.
·      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prasangka Sosial
Proses pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at (1981) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu;
1. Pengaruh Kepribadian
Dalam perkembangan kepribadian seseorang akan terlihat pula pembentukan  prasangka  sosial.Kepribadian otoriter mengarahkan seseorang membentuk  suatu  konsep  prasangka  sosial,karena ada kecenderungan orang tersebut selalu merasa curiga,berfikir dogmatis dan berpola pada diri sendiri.                                        
2. Pendidikan dan Status
Semakin tinggi pendidikan seseorang dan semakin tinggi status yang dimilikinya akan mempengaruhi cara berfiki rnya dan akan meredusir prasangka sosial.
3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua
Dalam hal ini orangtua memiliki nilai-nilai tradisional yang dapat dikatakan berperan sebagai famili ideologi yang akan mempengaruhi prasangka sosial.
4. Pengaruh Kelompok
Kelompok memiliki norma dan nilai tersendiri dan akan mempengaruhi pembentukan prasangka social pada kelompok tersebut.Oleh karenanya norma kelompok yang memiliki fungsi otonom dan akan banyak memberikan informasi secara realistis atau secara emosional yang mempengaruhi sistem sikap individu.
5. Pengaruh Politik dan Ekonomi
Politik dan ekonomi sering mendominir pembentukan prasangka sosial. Pengaruh   politik dan ekonomi telah banyak memicu terjadinya prasangka sosial terhadap kelompok lain misalnya kelompok minoritas.
6. Pengaruh Komunikasi
Komunikasi juga memiliki   peranan penting dalam memberikan informasi yang baik dan komponen sikap akan banyak dipengaruhi oleh media massa seperti radio, televisi, yang kesemuanya hal ini akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial dalam diri seseorang.
7. Pengaruh Hubungan Sosial
Hubungan sosial merupakan suatu media dalam mengurangi atau mempertinggi pembentukan prasangka sosial.

Sehubungan dengan proses belajar sebagai sebab yang menimbulkan terjadinya prasangka sosial pada orang lain. Maka dalam hal ini orang tua dianggap sebagai guru utama karena pengaruh mereka paling besar pada tahap modeling pada usia anak-anak sekaligus menanamkan perilaku prasangka sosial kepada kelompok lain. Modeling sebagai proses meniru perilaku orang lain pada usia anak-anak, maka orang tua dianggap memainkan peranan yang cukup besar.  Hal  ini  sesuai  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Ashmore  dan DelBoka,  (dalam  Sears  et  all,  1985)  yang  menunjukkan  bahwa  orang  tua memiliki peranan yang penting dalam pembentukan prasangka sosial dalam diri anak. Jadi, terdapat korelasi antara sikap etnis dan rasial orang tua dengan sikap etnis dan rasial pada diri anak.
Dari uraian singkat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prasangka sosial  terjadi  disebabkan  adanya  perasaan  berbeda  dengan  orang  lain  atau kelompok  lain.  Selain  itu  prasangka  sosial  disebabkan  oleh  adanya  proses belajar, juga timbul disebabkan oleh adanya perasaan membenci antar individu atau kelompok misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Rose,(dalamGerungan,1991) menguraikan bahwa faktor      yang mempengaruhi prasangka sosial adalah faktor kepentingan perseorangan atau kelompok tertentu, yang akan memperoleh keuntungan atau rezekinya apabila mereka memupuk prasangka sosial. Prasangka sosial yang demikian digunakan untuk mengeksploitasi golongan-golongan lainnya demi kemajuan perseorangan atau golongan sendiri. Prasangka sosial pada diri seseorang menurut Kossen, (1986) dipengaruhi oleh ketidaktahuan dan ketiadaan tentang obyek  atau subyek yang diprasangkainya.

·  Dampak Prasangka
Prasangka social menurutRose, (dalam Gerungan, 1981) dapat merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya. Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat perkembangan potensi individu secara maksimal.
Selanjutnya Steplan et all, (1978) menguraikan bahwa prasangka sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas.
Rosenbreg dan Simmons, (1971) juga menguraikan bahwa prasangka sosial akan menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau perusahaan akan merusak  kerjasama.  Selanjutnya  diuraikan prasangka social dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama karena prasangka social merupakann pengalaman yang kurang menyenangkan bagi kelompok yang diprasangkai tersebut.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tentang dampak prasangka sosial di atas adalah bahwa dengan adanya prasangka        social akan mempengaruhi  sikap  dan  tingkah  laku  seseorang  dalam  berbagai  situasi.Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat  dalam  organisasi  akan  mengganggu  kejasama  yang  baik  sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat terealisir dengan baik.


C. ANALISIS KASUS
Masalah-masalah rasial terus memegang peran kunci dalam kehidupan di Amerika. Kurang dari dua pekan yang lalu, Senat Amerika menyatakan permintaan maaf kepada warga kulit hitam karena tidak mengambil tindakan selama seabad yang lalu untuk mencegah terjadinya ‘lynching.’ Lynching adalah penganiayaan, penggantungan, penembakan atau penikaman oleh massa. Dulu, pelaku kejahatan-kejahatan seperti ini tidak dihukum.
Dari sejarahanya orang kulit hitam dibawa ke Amerika dari benua Afrika untuk dijadikan budak, Budak negro pertama sekali tiba di amerika tahun 1619, sebelum Amerika serikat mendeklarasikan kemerdekaanya. mereka di anggap sebagai suatu barang yang bisa diperjual belikan dan diperlalukakan seenaknya. Jika kita lihat dari sejarahnya , inilah yang menjadikan orang kulit putih berprasangka terhadap orang kulit hitam dikarenakan mereka hanya sekedar budak dan tidak jauh berbeda seperti ternak. Dan setelah dideklrasikannya pembebasan budak oleh Abraham Lincoln, orang kulit hitam masih hidup didalam garis kemiskinan dan dikarenakan persamalahan ini, orang kulit hitam terpaksa untuk melakukan tidakan kekerasan demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kebanyakan mereka dahulu suka merampas,mencuri, merampok  dan hanya menggunakan kekerasan untuk memiliki suatu benda yg mereka inginkan dengan cara merampas dan kemungkinan juga mereka melakukan itu untuk membalas dendam terhadap tindakan-tindakan yang orang kulit putih sudah lakukan kepada mereka.Inilah yang membuat banyak kalangan orang-orang kulit putih membenci mereka dan menganggap bahwa mereka hanya sampah masyarakat yang hidup  dengan segala kriminalitas.
Jika dilihat dari sejarah perbudakan sejak kedatangan orang kulit hitam ke Amerika Serikat yang dianggap tidak lebih seperti hewan ternak dan juga sesudah tahun-tahun pembebasan budak yang dideklarasikan oleh Abrahamn Lincoln yang mereka masih hidup didalam garis kemiskinan dan hanya berkutat pada tindakan criminal, sehingga inilah yang membuat orang kulit putih masih berprasangka terhadap orang kulit hitam.

Cara Mengurangi Prasangka Terhadap Kulit hitam
Dengan melihat berbagai pendekatan teoritik mengenai prasangka yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa kemungkinan upaya untuk mengurangi atau mencegah timbulnya prasangka.
1.    Melakukan kontak langsung
Kontak antar individu yang berprasangka dengan target prasangka akan efektif apabila didukung oleh beberapa syarat, yaitu :
a.    Apabila status orang yang berprasangka dengan target prasangka sama.
b.    Hubungan yang terjadi adalah hubungan yang intim dan bukan hubungan "superficial"
c.    Situasi kontak melibatkan aktivitas yang interpenden serta kooperatif
d.   Adanya tujuan lebih tinggi yang hendak dicapai
e.    Situasi kontak menyenangkan dan saling mendukung
f.     Iklim sosial yang menyenangkan dan harmonis
2.    Mengajarkan pada anak untuk tidak membenci
3.    Mengoptimalkan peran orang tua, guru, orang dewasa yang dianggap penting oleh anak dan media massa untuk membentuk sikap
Sementara itu Pettigrew dan Tropp (dalam Aronson, 2007) mengatakan bahwa kontak antar ras   merupakan  hal  yang  baik.  Dalam  kenyataannya,  kontak  tidak  selalu  dapat mengurangi  prasangka. Berdasarkan penelitian dan eksperimen yang dilakukan oleh Sherif, dkk (1961) terhadap kamp anak laki-laki, di mana dua kubu (Eagles dan Rattlers) saling   bersaing,   terdapat   enam   kondisi   dalam   kontak   yang   dapat   mengurangi prasangka:
     Peneliti  menempatkan  dua  kubu  yang  bersaing  dalam  suatu  keadaan  yang membuat mereka saling tergantung satu sama lain (mutual interdependence) (Kondisi pertama)   untuk  mencapai   tujuan  tertentu   (Kondisi   kedua).   Contohnya,   peneliti membuat sebuah keadaan darurat dengan merusak sistem suplai air. Satu-satunya cara untlik menyelesaikan masalah ini adalah dengan bersatunya Eagles dan Rattlers.
Rounded Rectangle: Mutual Interdependence:
Keadaan dirnana dua atau lebih kelornpok saling membutuhkan dan bergantung satu sama lain guna mencapai tujuan yang penting bagi mereka.
Kondisi  ketiga,  ketika  status  individu  berbeda,  interaksi  atau  kontak  dapat berujung pada pola stereotype yang ada, seperti ketika bos berbicara pada pegawainya, maka  sang bos akan berperilaku sesuai stereotip umum mengenai bos. Pada intinya, kontak  seharusnya  membuat orang  belajar  bahwa  stereotype  (khususnya  stereotype negatif) mereka  salah. Dengan kesetaraan status antar individu. tidak ada yang lebih berkuasa dibandingkan siapapun, dan prejudice pun dapat tereduksi (berkurang).
Kondisi  keempat,  menempatkan  dua  kelompok  yang  berbeda  dalam  satu ruangan  tidak  dapat  dengan  mudah  mengurangi  prejudice  karena  masing-masing individu  akan tetap terfokus pada kelompoknya. Individu dapat lebih mengenal dan memahami   individu  lainnya  jika  berada  dalam  keadaan  one-to-one  basis,  dimana interaksi yang dilakukan lebih bersifat interpersonal. Melalui interaksi bersahabat dan informal dengan beberapa anggota out-group, individu dapat lebih memahami bahwa stereotip yang dipercayainya ternyata salah.
Kondisi  kelima,  melalui  persahabatan,  interaksi  informal  dengan  berbagai anggota (multiple members) out-group, seorang individu akan belajar bahwa keyakinan- nya tentang out-group adalah salah.
Kondisi   keenam,   adanya   norma   yang   mempromosikan   dan   mendukung kesetaraan di antara kelompok (Amir, 1969; Wilder, 1984). Norma sosial yang kuat, dapat  dimanfaatkan untuk memotivasi orang untuk menjangkau anggota kelompok luar.  Sebagai  contoh,  jika  bos  atau  profesor  menciptakan  dan  memperkuat  norma penerimaan dan toleransi di tempat kerja atau di dalam kelas, anggota kelompok akan mengubah perilaku mereka agar sesuai norma tersebut.
Sebagai ringkasan dari ilustrasi di atas, kelompok-kelompok yang bermusuhan akan mengurangi stereotip, prasangka, dan diskriminasi ketika terdapat keenam kondisi kontak  (Aronson & Bridgeman, 1979; Cook, 1984; Riordan, 1978):
1. Rasa saling ketergantungan
2. Suatu tujuan bersama
3. Status seimbang
4. Kontak informal, interpersonal
5. Beberapa kontak
6. Norma sosial dan kesetaraan

Kerjasama dan Salingketergantungan: The Jigsaw Classroom
Tahun 1971, Elliot Aronson menerapkan sebuah konsep yang dapat membuat suasana kelas lebih harmonis yang disebut jigsaw classroom. Aronson menyusun tempat duduk murid-murid dengan pola interasial, di mana setiap kelompok berisikan murid dengan ras dan etnis yang berbeda yang mempunyai tujuan yang sarna. Melalui jigsaw lassroom, murid-murid mulai saling memperhatikan dan menghormati satu sama lain karena adanya mutual interdependence di antara mereka. Jigsaw classroom dapat berhasil karena teknik ini membuat setiap anak berpartisipasi dalam kelompok yang kooperatif yang memecahkan persepsi in-group versus out-group, dan membuat individu mengembangkan kategori kognitif "kesatuan" antar murid. Alasan lain mengapa jigsaw classroom berhasil adalah karena jigsaw classroom mengembangkan hasil interpersonal yang positif, dimana anak mengembangkan empati melalui kegiatan kooperatif yang dilakukan dalam kelas.

Mempelajari Prasangka
Sosialisai
Anak-anak tidak dilahirkan dengan stereotip dan prasangka . Mereka harus mempelajari itu   dari keluarga mereka, teman-teman sebayanya, media , dan masyarakat di sekitar mereka. Sosialisasi mengacu pada proses dimana anak-anak mempelajari suatu kebiasaan norma sosial di sekitarnya. Prasangka dapat dipelajari di dalam atau diluar rumah . Hal ini dapat terjadi melalui salah satu mekanisme pembelajaran standar sosial. Misalnya, anak mungkin hanya meniru prasangka orang dewasa dan teman-teman, mereka dapat diperkuat secara positif untuk menggunakan lelucon  menghina etnis, atau mereka secara sederhan belajar untuk mengasosiasikan kelompok minoritas tertentu  dengan kemiskinan , kejahatan , kekotoran , dan karakteristik negatif lainnya .
Norma-norma konvensional prasangka sosial sering dipelajari pada awal-awal dalam kehidupan . Pada usia 4 atau 5 , kebanyakan anak-anak yang tinggal di Amerika Serikat mulai membedakan antara kulit hitam dan kulit putih dan menyadari atas pemberlakuan norma-norma tentang ras, setidaknya dalam beberapa bentuk . Pengakuan anak-anak kulit putih dari keberadaan kelompok etnis lain , seperti Latin atau Asia Amerika , walaupun cenderung tertunda beberapa tahun . Dalam satu studi yang khas , kebanyakan anak putih perkotaan memperlihatkan beberapa prasangka rasial pada usia 5.Pada usia 7, yang paling menunjukkan tanda-tanda prasangka terhadap orang Asia atau penduduk asli Amerika .
Pengalaman  anak-anak selama tahun-tahun awal pertumbuhan mereka sangat krusial. karena pada awal pasa remaja, prasangka krusial telah mengkristal dan jauh lebih sulit untuk mengubah. Orang kulit putih yang dibesarkan di Selatan masih lebih berprasangka daripada mereka yang dibesarkan di Utara, terlepas dari mana mereka hidup sebagai orang dewasa.

Media
Media massa memainkan peran penting dalam memperkuat stereotip kelompok , karena liputan media dari sebuah kelompok tertentu mungkin mencerminkan stereotip saat ini di masyarakat luas tentang kelompok itu. Sebagai contoh, salah satu stereotip konvensional adalah bahwa masyarakat miskin pada dasarnya hitam dan tidak bekerja . Dalam survei , rata-rata orang Amerika cukup konsisten memperkirakan bahwa setengah dari semua orang miskin berwarna hitam . Namun pada kenyataannya , pada tahun 1990, hanya 29 persen dari mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah kulit hitam. Darimana stereotip palsu ini berasal? Gillens (1996a) menunjukkan bahwa gambaran tentang orang miskin disajikan baik dalam majalah berita mingguan atau dalam program berita jaringan sangat mewakili orang kulit hitam . Media cenderung menggambarkan hanya orang miskin yang tidak bekerja dan mengabaikan jumlah yang sangat besar pekerja miskin . Apa efek dari cakupan berbasis ini? Lain ( Gilles , 1996b ) penelitian menunjukkan bahwa di antara prediktor terkuat dari sikap negatif terhadap penerima kesejahteraan adalah stereotip bahwa kedua orang kulit hitam dan orang-orang miskin itu malas .
Liputan televisi cenderung memperkuat stereotip yang menghubungkan kulit hitam untuk kejahatan kekerasan. Kejahatan kekerasan adalah pokok dari berita televisi lokal . Misalnya, analisis isi berita lokal di Los Angeles menemukan bahwa kejahatan adalah cerita utama pada bagian dari siaran berita, sebagian besar yang disajikan adalah kejahatan kekerasan (Gilliam,lyengar,Simon,&Wright, 1996) . Dengan kata lain, media massa adalah produk dari masyarakat mereka sendiri dan cenderung mencerminkan stereotip dan prasangka
                                                                                                                                          
Jadi dari sosialisi dan media ini lah prasangka mudah muncul , untuk itu diperlukan orang tua untuk mengawasi anaknya dalam lingkungannya, dan juga sikap orang tua yang tidak boleh berprasangka terhadap orang lain terutama orang kulit hitam yang dapat diikuti oleh anak-anak, dan juga orang tua harus mengawasi anak-anak dalam menonton televisi dan melarang anak-anak untuk menoton televise yang mengandung unsu-unsur prasangka rasial terutama kepada orang kulit hitam. Sehingga kelak tidak ada terjadi lagi prasangka prasangka buruk tentang orang kulit hitam yang sering dianggap sebagai biang keladi kriminal, suka mencuri, tidak berpendidika, bodoh, dan pemalas. Pemerintah juga juga harus ikut berperan dalam hal ini terutama dalam pengawasan media-media yang masih dimonopoli oleh orang kulit putih. Mungkin, dan selalu mungkin, adanya Barrack Obama akan sedikit membawa perubahan.


BAB III
PENUTUP


A.  Kesimpulan
Prasangka merupakan evaluasi kelompok atau seseorang yang mendasarkan diri pada keanggotaan dimana seseorang tersebut menjadi anggotanya. Prasangka merupakan evaluasi negatif terhadap outgroup
Pandangan ketiga terhadap sumber prasangka dimulai dengan kenyataan dasar bahwa pada umumnya orang membagi dunia sosial dalam dua kategori yang berbeda—‘kita’ dan ‘mereka’—yaitu merujuk kepada kategorisasi sosial (social organization). Singkatnya, mereka memandang orang lain sebagai bagian dari kelompok mereka sendiri (biasanya disebut in-group) atau kelompok lain (outgroup). Perbedaan tersebut didasarkan pada banyak dimensi, beberapa di antara nya adalah, ras, agama, jenis kelamin, usia, latar belakang etnis, pekerjaan, dan pendapatan.
          Jika proses pembagian dunia sosial ke dalam “kita” dan “mereka” berhenti sampai di sini, hal tersebut tidak akan menimbulkan prasangka. Sayangnya, pembagian tersebut tidak berhenti sampai situ. Perbedaan perasaan dan keyakinan yang tajam biasanya melekat pada anggota kelompok in-group dan anggota berbagai kelompok out group. Orang yang termasuk dalam kategori ‘kita’ dipandang lebih baik, sementara anggota kelompok ‘mereka’ dipersepsikan lebih negatif. Kelompok out-group diasumsikan memiliki traits yang tidak diinginkan., dan dipersepsikan lebih serupa (seperti lebih homogen) daripada anggota dari in group , dan sering kali tidak disukai. Perbedaan in group dengan out group juga mempengaruhi atribusi—cara di mana kita menjelaskan tingkah laku seseorang yang berasal dari kedua kategori tersebut. Kita cenderung mengatribusikan tingkah laku yang disukai pada anggota kelompok in group sebagai sesuatu yang menetap dan disebabkan oleh faktor internal (contoh memiliki traits yang mengagumkan), tetapi jika tingkah laku tersebut muncul pada out group kita akan mengatribusikan tingkah laku tersebut sebagai faktor yang disebabkan oleh faktor ektsternal atau faktor sementara. Kecendrungan untuk memberi atribusi yang lebih baik dan kadang dideskripsikan sebagai kesalahan atribusi utama (ultimate attribution error) sama halnya seperti self serving bias, hanya aja hal ini terjadi dalam area hubungan antar kelompok dengan potensi efek yang menghancurkan.
Menurut Hornsey dan Hogg, ketika individu merasa dirinya aman dalam kelompoknya atau dengan identitas budayanya, mereka dapat murah hati dan toleran terhadap kelompok atau budaya lain. Dengan kata lain, hanya ketika mereka merasa aman dalam berhubungan dengan kelompoknya sendiri, mereka akan memiliki sikap positif terhadap kelompok lain, atau sebaliknya mengurangi prasangka mereka terhadap out group ini.
Kecendrungan kita untuk membagi dunia sosial ke dalam dua kategori yang berlawanan tampaknya berfungsi sebagai pengikat self-esteem yang penting bagi kita, jika hal tersebut dilupakan, usaha untuk mengurangi prasangka dengan mendorong ciri khas budaya atau kelompok etnis untuk melihat dirinya sendiri sebagai “satu kesatuan” atau sangat serupa dapat berbalik.

B.  Saran
Prasangka merupakan hal yang lebih banyak merugikan daripada menguntungkan. Oleh karena itu masalah yang ditimbulkan adalah bagaimana prasangka dapat dikurangi atau mungkin dihilangkan. Untuk mengurangi prasangka langkah yang dapat diambil adalah dengan cara mengadakan  direct intergroup contact, seperti yang dikemukakan oleh Allport yang dikenal dengan contact theory. Kontak atau hubungan secara langsung  dengan berkelanjutan dapat mengurangi prasangka yang ada. Misalnya orang kulit putih rumahnya berdampingan dengan orang kulit hitam, sehingga dengan demikian langkah tersebut akan mengurangi prasangka yang ada. Disamping itu juga ada cara mengerjakan kerjasama atau cooperative interdependence. Diadakannya kerjasama antar kelompok yang berprasangka untuk mencapai tujuan bersama, mereka bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama tersebut. Dengan cara demikian mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, sehingga mereka tahu dengan tepat keadaan kelompok satu dengan yang lain. Sebenarnya prasangka timbul karena kurangnya informasi yang jelas pada masing-masing pihak. Dengan mengetahui hal sebenarnya akan mengurangi atau bahkan menghilangkan prasangka yang ada.


Daftar Pustaka
Taylor, E. Shelley, Letitia Anne Peplau, & David O. Sears. 1970. Social Psychology : International Edition. United States : Courier Companies Inc. and Phoenix Color Corp.
A. Baron dan Don Bryne. 2004. Psikologi Sosial Jilid 1 Edisi Kesepuluh (diterjemahkan oleh Dra. Ratna djuwita, Melania Meitty Parman, Dyah Yasmina, & Lita P. Lunanta). Jakarta : Erlangga.
Hesti, Reza. 2003 .Usaha Partai Komunis Amerika Serikat Dalam Menghapus Diskriminasi Rasial Terhadap Kelompok Kulit Hitam Melalui Kasus Scottsboro Tahun 1931-1935 (Skripsi). Universitas Indonesia.
Dr. M.M.Nilam Widyarini , M.Si., Psikolog. Psikologi Sosial (E-book). Universitas Gunardarma
Irmawati. 2004. Pengaruh Prasangka Sosial Terhadap Persepsi Kemampuan Kerja Karyawan. Universitas Sumatera Utara