Persepsi: Inti Komunikasi dan Contoh Kasus
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Dulu
para ilmuwan mengira bahwa apa yang ditangkap pancaindra kita sebagai sesuatu
yang nyata dan akurat. Namun para ilmuwan modern menentang asumsi tersebut.
Kebanyakan percaya bahwa apa yang kita amati dipengaruhi sebagian oleh citra
retina mata dan terutama oleh kondisi pikiran pengamat. Oleh karena itu, kita
biasanya mempunyai kesan berlainan mengenai lingkungan kita. Apakah itu benda,
situasi, penampilan, peristiwa, individu, dan lain-lain.
Setiap
individu memiliki sebuah pikiran kreatif dan aktif dalam menggambarkan apa yang
mereka amati. Pikiran tersebut biasa disebut persepsi. Persepsi adalah suatu
proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan
menafsirkan segala hal yang berasal dari lingkungan kita. Proses tersebut dapat
mempengaruhi perilaku kita.
Komunikasi
adalah proses bertukarnya pesan dari komunikan kepada komunikator. Dalam hal
ini, persepsi dan komunikasi berjalan beriringan. Persepsi merupakan inti dari
sebuah komunikasi. Persepsi yang baik akan menghasilkan komunikasi yang baik
pula. Hubungan antara komunikasi dan persepsi terjadi karena beberapa faktor,
antara lain: faktor eksternal dan faktor internal.
Memahami
tentang hubungan komunikasi dengan persepsi sangat berguna di kehidupan
sehari-hari. Hal ini dapat diterapkan saat menjalani kegiatan sehari-hari
sehingga persepsi dan komunikasi dapat berjalan dengan baik.
Namun
setiap ada keberhasilan maka ada pula kegagalan. Hal tersebut berlaku pada
persepsi dan juga komunikasi. Melalui makalah ini, kita akan mempelajari
bagaimana hubungan komunikasi dan persepsi secara jelas dan rinci.
B. Rumusan
Masalah
a) Apa
itu persepsi?
b) Faktor-faktor
apa sajakah yang mempengaruhi persepsi?
c) Bagaimana
proses terbentuknya persepsi?
d) Mengapa
persepsi disebut inti dari komunikasi?
e) Faktor
apa sajakah yang menghambat persepsi sehingga terjadi kegagalan?
C. Tujuan
Makalah
a) Mengetahui
definisi persepsi.
b) Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.
c) Mengaetahui
proses terbentuknya persepsi.
d) Mengetahui
alasan persepsi disebut inti dari komunikasi.
BAB II
Pembahasan
A.
Definisi Persepsi
Manusia sebagai
makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat perbedaan
antara individu yang satu dengan yang lainnya (Wolberg 1967). Adanya perbedaan
inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek,
sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Haal ini
sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan
persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku, dan
penyesuaian ditentukan oleh persepsinya. Istilah persepsi adalah suatu proses
aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan dan
menginterpretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang ditampilkan dari sumber
lain (yang dipersepsi). Melalui persepsi kita dapat mengenali dunia sekitar
kita, yaitu seluruh dunia yang terdiri dari benda serta manusia dengan segala
kejadian-kejadiannya. Dengan persepsi kita dapat berinteraksi dengan
dunia sekeliling kita, khususnya antar manusia. Dalam kehidupan sosial di kelas
tidak lepas dari interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan
dosen. Adanya interaksi antar komponen yang ada di dalam kelas menjadikan
masing-masing komponen (mahasiswa dan dosen) akan saling memberi tanggapan,
penilaian dan persepsinya. Adanya persepsi ini adalah penting agar dapat
menumbuhkan komunikasi aktif, sehingga dapat meningkatkan kapasitas belajar di
kelas.
Dan berikut ini adalah pengertian persepsi menurut
beberapa ahli:
- Brian Fellows: Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi.
- Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken: Persepsi adalah saran memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita.
- Philip Goodacre dan Jennifer Follers: Persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan.
- Joseph A. Devito: Persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita.
Dari beberapa pendapat
para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian
persepsi merupakan
suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu melalui alat
indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan
mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan
stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan proses belajar
individu.
B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu ;
1.
Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang
terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain :
- Fisiologis
Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh
ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap
lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang
berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda.
- Perhatian
Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan
atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu
obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap
obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek.
- Minat
Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak
energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual
vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu
dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.
- Kebutuhan yang searah
Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari
obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.
- Pengalaman dan ingatan
Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana
seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu
rangsang dalam pengertian luas.
- Suasana hati
Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada
waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan
mengingat.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal
yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari lingkungan dan
obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah
sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana
seseoarang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal
yang mempengaruhi persepsi adalah :
- Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus
Faktor ini menyatakan bahwa semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka
semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu
dan dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian
pada gilirannya membentuk persepsi.
- Warna dari obyek-obyek
Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah dipahami
(to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit.
- Keunikan dan kekontrasan stimulus
Stimulus luar yang penampilannya dengan latarbelakang dan sekelilingnya
yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik
perhatian.
- Intensitas dan kekuatan dari stimulus
Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan
dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan
daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.
- Motion atau gerakan
Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan
gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam.
C.
Proses Terbentuknya Persepsi
Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken,
juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri
dari tiga aktivitas, yaitu:
- Sensasi (Asensi)
Sensasi
adalah proses pengiriman pesan ke otak melalui panca indera yaitu mata, hidung,
telinga, lidah, kulit. Panca indera adalah reseptor yang menghubungkan otak
kita dengan lingkungan sekitar. Informasi yang kita tangkap dari proses
melihat, mencium, mendengar, merasakan, dan meraba tersebut kita proses kembali
untuk dapat menghasilkan persepsi terhadap sesuatu. Misal melihat pantai,
mencium parfum, bersalaman, mencicipi masakan. Setelah informasi itu kita
tangkap dan kita rekam dalam otak kita masuk dalam terhadap atensi
- Atensi
Atensi
adalah suatu tahap dimana kita memperhatikan informasi yang telah ada sebelum
kita menginterpretasikannya. Sebenarnya banyak sekali hal yang tertangkap oleh
panca indera, namun tidak semua kita perhatikan. Misal kita mengobrol lewat
telepon, informasi yang kita perhatikan hanyalah suara lawan bicara meskipun
saat itu kita juga sedang membaca koran atau makan bakwan, ketika melihat
sekumpulan orang berpakaian hitam, dan ada satu orang berpakaian putih,
tentunya kita lebih memperhatikan yang berbaju putih, hal ini terjadi karena
kita hanya akan memperhatikan apa yang kita anggap paling bermakna bagi kita,
paling berbeda dan paling menarik perhatian.
- Interpretasi
Tahap
interpretasi adalah tahap terakhir. Jika persepsi dikatakan sebagai inti
komunikasi, maka interpretasi adalah inti dari persepsi. Interpretasi adalah
proses penafsiran informasi atau pemberian makna dari informasi yang telah kita
tangkap dan kita perhatikan. Ketika mata kita melihat matahari terbenam di
pantai kemudian kita perhatikan, maka secara tidak langsung kita akan
menginterpretasikan pantai tersebut. Apakah menurut kita indah, biasa saja atau
bahkan jelek. Pendapat atau persepsi yang dihasilkan tentunya akan beragam
tergantung latar belakang kita masing-masing.
Sensasi,
atensi dan interpretasi adalah tahapan-tahapan yang dilalui untuk menghasilkan
persepsi, semakin sama persepsi setiap orang, maka semakin efektif komunikasi
yang dilakukan. Persepsi setiap orang akan sama jika mereka berasal dari latar
belakang yang sama. Misal sama-sama orang desa, sama-sama orang jaqwa dan
sama-sama orang gila.
Persepsi-persepsi
yang ada pada diri kita akan mempengaruhi proses komunikasi yang kita lakukan,
karena itu berfikirlah positifdan obyektif dalam memandang sesuatu.
D.
Sifat Persepsi
Beberapa
hal yang patut kita pelajari menyangkut persoalan dalam persepsi ini, Mulyana
(2000: 176-196) mengungkapkan hal-hal berikut:
- Persepsi mendasarkan pada pengalaman
Dikemukakan
bahwa pola-pola perilaku seseorang itu berdasarkan persepsi mengenai realitas
sosial yang telah dipelajarinya (pada masa lalu). Artinya, pe
rsepsi
kita terhadap seseorang, objek, atau kejadian, dan reaksi kita terhadap hal-hal
itu amat tergantung pada pengalaman masa lalu berkaitan dengan orang, objek
atau kejadian serupa. Seperti halnya cara kita bekerja, menilai pekerjaan yang
baik bagi kita, cara kita makan, cara kita menilai kecantikan; semua ini amat
tergantung pada apa yang telah diajarkan budaya kita mengenai hal-hal tersebut.
- Persepsi bersifat selektif
Pada
dasarnya melalui indera kita, setiap saat diri kita ini dirangsang dengan
berjuta rangsangan. Jika kita harus memberikan tafsiran atas semua rangsangan
itu, maka kita ini bisa menjadi gila. Karena itu, kita dituntut untuk mengatasi
kerumitan tersebut dengan memperhatikan hal-hal yang menarik bagi kita. Atensi
kita pada dasarnya merupakan faktor utama dalam menentukan seleksi atas
rangsangan yang masuk ke dalam diri kita.
- Persepsi bersifat dugaan.
Karena
pada dasarnya data yang kita peroleh melalui penginderaan tidak pernah lengkap,
makasering kita melakukan dugaan atau langsung melakukan penyimpulan. Coba
perhatikan gambar apa yang bisa dibuat dengan ketiga titik dan keempat titik
berikut ini.
- Persepsi bersifat evaluatif.
Tidak
sedikit orang beranggapan bahwa apa yang mereka persepsikan sebagai sesuatu
yang nyata. Artinya, perasaan seseorang sering mempengaruhi persepsinya,
padahal hal tersebut bukanlah sesuatu yang objektif. Kita melakukan
interpretasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kepentingan subjektif kita
sendiri. Karena itu persepsi bersifat evaluatif; merupakan proses kognitif yang
mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan dengan memaknai objek
persepsi itu sendiri.
- Persepsi bersifat kontekstual.
Dari
setiap peristiwa komunikasi, seseorang selalu dituntut untuk mengorganisasikan
rangsangan menjadi suatu persepsi. Konteks nampaknya berpengaruh kuat atas
persepsi yang terbentuk dalam diri seseorang.
Sebagai
contoh, terhadap gambar seseorang bisa mengatakan bahwa itu adalah angka 13
karena konteksnya adalah angka-angka lainnya, yaitu 11, 12, 14 dan 15. Tetapi
bagi seseorang yang memiliki konteks huruf-huruf A, C, D dan E, maka gambar
tersebut adalah huruf B.
Meskipun
sesungguhnya banyak informasi yang kita perlukan untuk melakukan persepsi
terhadap orang lain, namun paling tidak ada tiga jenis informasi terpenting
yang perlu kita ketahui, yaitu tujuan orang tersebut, kondisi internalnya
(psikologis), dan kesamaan antara kita dengan orang tersebut. Mempersepsi
tujuan orang lain memiliki beberapa arti bagi kita dalam berkomunikasi. Adalah
hal yang tidak mungkin bagi kita untuk secara nyata mengamati kondisi internal
orang lain. Namun melalui pengamatan terhadap perilakunya, kita dapat
menyimpulkan bagaimana sikap, keyakinan dan nilai orang tersebut.
Ada
anggapan bahwa elemen non-verbal dari perilaku merupakan refleksi yang paling
akurat dari perasaan atau kondisi internal seseorang. Sementara itu, adanya
kesamaan antara kita dengan orang yang kita ajak berkomunikasi akan mendorong
rasa saling menyukai. Keadaan semacam ini akan membantu kita untuk merasa lebih
nyaman dalam melanjutkan komunikasi.
E.
Persepsi Sebagai Inti Komunikasi Interpersonal
Persepsi
dikatakan inti komunikasi karena persepsi sangat mempengaruhi proses komunikasi
yang dilakukan baik komunikasi interpersonal maupun komunikasi intrapersonal.
Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang.
Misal berfikir, menulis, merenung, menggambar dan sebagainya. Sedangkan
komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh seseorang dengan
orang lain atau kelompok, misal mengobrol lewat telepon, korespondensi dll.
Persepsi
atau cara pandang kita terhadap sesuatu akan menentukan jenis dan kualitas
komunikasi yang kita lakukan. Misal kita berhadapan dengan seseorang yang kita
persepsikan baik, maka komunikasi yang kita lakukan dengannya pun akan baik
pula, begitu juga sebaliknya.
Definisi
cantik menurut orang yang satu dengan yang lain pasti mempunyai jawaban yang
berbeda-beda, mungkin ada yang menjawab cantik itu gendut, ramping atau bahkan
kurus kering. Hal itu dikarenakan persepsi setiap orang atau kelompok dalam
memandang suatu hal berbeda-beda yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya,
pengalaman, psikologi dan kondisi faktual yang saat itu kita tangkap.
Kecantikan menurut orang dayak adalah seseorang yang memakai banyak anting
sampai daun telinganya menjuntai ke bawah. Menurut penduduk fiji, kecantikan
dilihat dari kemampuan reproduksi yakni tubuh yang subur dan keturunan yang
banyak. Berbeda dengan masyarakat modern kota, kecantikan diartikan sebagai
seorang wanita yang bertubuh ramping, putih, dan berambut lurus. Sesuatu
diintepretasikan berbeda-beda oleh setiap orang dan kelompok tergantung latar
belakangnya masing-masing.
F.
Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi
Persepsi
kita sering tidak cermat. Salah satu penyebabnya adalah asumsi atau pengharapan
kita. Beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi adalah sebagai berikut:
- Kesalahan Atribusi
Atribusi
adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang
lain. Dalam usaha mengetahui orang lain, kita menggunakan beberapa sumber
informasi. Misalnya, kita mengamati penampilan fisik seseorang, karena faktor
seperti usia, gaya pakaian, dan daya tarik dapat memberikan isyarat mengenai
sifat-sifat utama mereka.
Kesalahan atribusi bisa terjadi ketika kita salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara.atribusi kita juga keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal, padahal justru faktor eksternal-lah yang menyebabkannya, atau sebaliknya kita menduga faktor eksternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal-lah yang membangkitkan perilakunya.
Kesalahan atribusi bisa terjadi ketika kita salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara.atribusi kita juga keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal, padahal justru faktor eksternal-lah yang menyebabkannya, atau sebaliknya kita menduga faktor eksternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal-lah yang membangkitkan perilakunya.
Salah
satu sumber kesalahan atribusi lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh
atau tidak lengkap, sehingga kita berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan
menafsirkan sendiri kekurangannya, atau mengisi kesenjangan dan mempersepsi
rangsangan atau pola yang tidak lengkap itu sebagai lengkap.
Contoh
simpel kesalahan atribusi:
Apa
yang kita lihat dari gambar ini? Gambar apa ini? Pasti jawaban di pikiran kita
sangat beragam.
Nah
sekarang gambar kedua ini adalah versi lengkap dari gambar pertama. Gambar ini
merupakan gambar seekor anjing. Setelah memiliki informasi dan pesan yang
diterima telah utuh, maka kita dapat mengatribusi gambar tersebut dengan
jawaban yang tepat.
- Efek Halo
Kesalahan
persepsi yang disebut efek halo (halo effects) merujuk pada fakta bahwa begitu
kita membentuk suatu kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh
ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan
sifat-sifatnya yang spesifik. Efek halo ini memang lazim dan berpengaruh kuat
sekali pada diri kita dalam menilai orang-orang yang bersangkutan. Bila kita
sangat terkesan oleh seseorang, karena kepemimpinannya atau keahliannya dalam
suatu bidang, kita cenderung memperluas kesan awal kita. Bila ia baik dalam
satu hal, maka seolah-olah ia pun baik dalam hal lainnya.
Kesan
menyeluruh itu sering kita peroleh dari kesan pertama, yang biasanya
berpengaruh kuat dan sulit digoyahkan. Para pakar menyebut hal itu sebagai
“hukum keprimaan” (law of primacy). Celakanya, kesan awal kita yang positif
atas penampilan fisik seseorang sering mempengaruhi persepsi kita akan prospek
hidupnya. Misalnya, orang yang berpenampilan lebih menarik dianggap berpeluang
lebih besar dalam hidupnya (karir, perkawinan, dan sebagainya).
- Stereotype
Kesulitan
komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni
menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk
asumsi mengenai mereka berdasarakan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.
Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang dan
objek-objek ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai
orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap
sesuai, alih-alih berdasarkan karakteristik individual mereka.
Contoh stereotip ini banyak sekali,
misalnya:
a. Laki-laki berpikir logis
b. Wanita bersikap emosional
c. Orang berkulit hitam pencuri
d. Orang Meksiko pemalas
e. Orang Yahudi cerdas
f. Orang Prancis penggemar wanita, anggur,
dan makanan enak
g. Orang Cina pandai memasak
h. Orang Batak kasar
i. Orang Padang pelit
j. Orang Jawa halus pembawaan
k. Lelaki Sunda suka kawin cerai dan pelit
memberi uang belanja
l. Wanita Jawa tidak baik menikah dengan
lelaki Sunda (karena suku Jawa dianggap lebih tua daripada suku Sunda)
m. Orang Tasikmalaya tukang kredit
n. Orang berkaca mata minus jenius
o. Orang berjenggot fundamentalis (padahal
kambing juga berjenggot), dll.
Pada
umumnya, stereotip bersifat negatif. Stereotip ini tidaklah berbahaya sejauh
kita simpan dalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat nyata bila
stereotip ini diaktifkan dalam hubungan manusia. Apa yang anda persepsi sangat
dipengaruhi oleh apa yang anda harapkan. Ketika anda mengharapkan orang lain
berperilaku tertentu, anda mungkin mengkomunikasikan pengharapan anda kepada
mereka dengan cara-cara yang sangat halus, sehingga meningkatkan kemungkinan
bahwa mereka akan berperilaku sesuai dengan yang anda harapkan.
- Prasangka
Suatu
kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep
yang sangat dekat dengan stereotip. Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa
stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagin.
Dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari
prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi prasangka ini
konsekuensi dari stereotip, dan lebih teramati daripada stereotip. Menurut Ian
Robertson, pikiran berprasangka selalu menggunakan citra mental yang kaku yang
meringkas apapun yang dipercayai sebagai khas suatu kelompok. Citra demikian
disebut stereotip.
Meskipun
kita cenderung menganggap prasangka berdasarkan suatu dekotomi, yakni
berprasangka atau tidak berprasangka, lebih bermanfaat untuk menganggap
prasangka ini sebagai bervariasi dalam suatu rentang dari tingkat rendah hingga
tingkat tinggi. Sebagaimana stereotip, prasangka ini alamiah dan tidak terhindarkan.
Pengguanaan prasangka memungkinkan kita mereespon lingkungan secara umum,
sehingga terlalu menyederhanakan masalah.
- Gegar Budaya
Menurut
Kalvero Oberg, gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya
tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial. Lundstedt
mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmamapuan menyesuaikan
diri (personality mal-adjustment) yang merupakan suatu reaksi terhadap upaya
sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang
baru. Sedangkan menurut P. Harris dan R. Moran, gegar budaya adalah suatu
trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda
karena harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan
baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi sesuai.
Kita
tidak langsung mengalami gegar budaya ketika kita memasuki lingkungan budaya
yang baru. Fenomena itu dapat digambarkan dalam beberapa tahap. Peter S. Adler
mengemukakan lima tahap dalam pengalaman transisional ini, yaitu:
a. Tahap kontak. Ditandai dengan
kesenangan, keheranan, dan kekagetan, karena kita melihat hal-hal yang eksotik,
unik, dan luar biasa.
b. Tahap disintegrasi. Terjadi ketika
perilaku, nilai, dan sikap yang berbeda mengganggu realitas perseptual kita.
c. Tahap reintegrasi. Ditandai dengan
penolakan atas budaya, kita menolak kemiripan dan perbedaan budaya melalui
penstereotipan, generalisasi, evaluasi, perilaku, dan sikap yang sserba
menilai.
d. Tahap otonomi. Ditandai dengan kepekaan
budaya dan keluwesan pribadi yang meningkat, pemahaman atas budaya baru, dan
kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya baru kita.
e. Tahap independensi. Ditandai dengan
kita mulai menghargai kemiripan dan perbedaan budaya, bahkan menikmatinya.
Gegar
budaya ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah saja.
Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi dua,
yaitu: faktor internal (cirri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan), dan
faktor eksternal (kerumitan budaya atau lingkungan budaya baru yang dimasuki).
Tidak ada kepastian kapan gegar budaya ini akan muncul dihitung sejak kita
memasuki suatu budaya lain.
Contoh kasus dalam gegar budaya:
Seorang gadis remaja yang sedang dalam
masa pubernya menerima berbagai tampilan di media mengenai pakaian-pakaian
minim yang berasal dari budaya barat. Gadis ini merasa terkejut dan aneh dengan
gaya berpakaian tersebut, karena merasa tidak cocok dengan apa yang
dilakukannya selama ini (tahap kontak). Tentu saja gadis ini yang sejak dulu
berpersepsi kalo gadis yang memakai pakaian minim adalah gadis yang nakal agak
terganggu karena sudah banyak orang disekitarnya memakai pakaian minim (tahap
disintegrasi).
Karena dari awal gadis ini sudah mempunyai
stereotype terhadap gadis berpakaian minim, maka dia pun mulai menjauhi atau
menolak untuk berteman dengan gadis yang berpakaian minim (tahap reintegrasi).
Semakin lama budaya pakaian ini semakin berkembang dan secara tidak langsung
dan mau tidak mau sang gadis harus bisa menyesuaikan dengan keadaan sekitarnya
yang sudah banyak berpakaian mini (tahap otonomi). Akhirnya gadis tersebut
setelah dapat menyesuaikan diri, maka persepsi dia terhadap gadis berpakaian
minim sudah mulai berubah. Dia tidak berpersepsi lagi bahwa semua gadis
berpakaian minim itu nakal dan itu adalah salah satu budaya modern yang harus
dihadapinya dan diterimanya (tahap indepedensi)
BAB III
KESIMPULAN
Persepsi merupakan suatu proses penginderaan,
stimulus yang diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian
diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang
stimulus yang diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini
biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan proses belajar individu.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi adalah faktor internal dan faktor eksternal.
Sifat dari persepsi adalah persepsi mendasarkan pada pengalaman, persepsi
bersifat selektif, dugaan, evaluatif dan kontekstual. Kekeliruan dan
kegagalan persepsi disebabkan oleh kesalahan atribusi, efek halo, stereotif,
prasangka dan gegar budaya
Persepsi
merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menyeleksi dan mengatur
stimuli yang datang dari luar. Stimuli ditangkap oleh indera, dan secara
spontan pikiran dan perasaan kita akan memberi makna atas stimuli
tersebut.persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam memahami
kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Informasi ditangkap oleh indera
dengan cara mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa. Informasi itu
dikirim ke otak untuk dipelajari dan diinterpretasikan.
Persepsi
disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, kita tidak
mungkin berkomunikasi secara efektif.persepsilah yang menentukan kita memilih
suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain, memilih seorang teman dan
mengabaikan teman lain.
Cara
kita berkomunikasi secara interpersonal sangat dipengaruhi oleh persepsi kita
terhadap partner komunikasi. Apabila persepsi kita positif, kita akan melakukan
komunikasi dengan nyaman. Sebaliknya, apabila kita mempunyai persepsi negatif
terhadap seseorang, maka kita akan berusaha membatasi diri sehingga tidak
berkomunikasi terlalu mendalam dengan orang tersebut.
Daftar Pustaka
Devito, Joseph
A. (1996). Human Communication. Alih bahasa oleh Maulana, Agus. (1997).
Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books.
Mulyana, Deddy.
(2000). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy.
(2002). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Deddy Mulyana. (2004). Komunikasi Efektif, Suatu Pendekatan Lintas
Budaya. Penerbit Rosda Karya. Bandung.